Senin, 19 September 2011

DOKTER INDONESIA YANG MENGAMALKAN PANCASILA


Dokter Indonesia yang Akrab di hati, Profesional dalam aksi, Nyata berkontribusi.
Tinjauan Penerapan Nilai Pancasila dan Kaitannya dengan Peran Tenaga Kesehatan Indonesia”



Sejarah profesi dokter bukan sekadar dibangun dari peran mereka sebagai juru atau agen pengobatan. Sesungguhnya, awal pergerakan komunitas ini berasal dari semangat akan kesadaran intelektualitas dan kebangsaan rakyat Indonesia. Pondasi itu tertancap kuat lewat kiprah para dokter muda di organisasi Budi Utomo, sekitar 100 tahun lalu.
Suatu pertanyaan mendasar yang harus direnungi oleh kita bersama, sebuah retorika terhadap profesi kedokteran dan tenaga kesehatan saat ini “Mengapa kebangkitan nasional dan banyak perjuangan kebangsaan lainnya (termasuk perjuangan kemerdekaan) dilakukan oleh mahasiswa dan dokter sedangkan di India dilakukan umumnya oleh para ahli hukum? Tetapi sekarang mengapa dokter-dokter tidak bisa berperan lebih besar sebagai "agent of change" bagi rakyat bangsanya yang terus tertinggal ini? Kenapa misalnya sudah disebar dokter-dokter untuk bekerja di daerah, tetapi dampaknya ternyata kecil?
Demi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dokter perlu lebih menumbuhkan, melakukan transformasi, dan mereformasi semangat serta identitas kebangsaan. Kurangnya semangat kebangsaan pada dokter selama ini berakibat terhadap kekurangan dokter di daerah-daerah terpencil. Penempatan dokter di Indonesia tidak merata dan masih terpusat di kota. Meskipun jumlah dokter banyak, saat ini terjadi kekurangan dokter di sejumlah pelosok di Indonesia. Di Jawa Barat, misalnya 75% pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) tidak mempunyai dokter. Akibatnya, pelayanan dokter di sejumlah daerah pedesaan terhenti. Untuk memperoleh perawatan dokter, penduduk desa harus ke rumah sakit di daerah kota.
Wawasan nasional dan panggilan kemanusiaan sangat diperlukan sehingga dokter-dokter muda terpanggil untuk ditempatkan di pelosok Nusantara ini, sehingga nantinya dokter yang dihasilkan bukan sekedar dokter praktek klinisi tapi juga dokter yang meneruskan tradisi dunia kedokteran yang mengaitkannya dengan kemajuan bangsanya. Misalnya kenapa rakyat kita terus buruk taraf kesehatannya, angka kemayian bayi dan ibu yang terus tinggi, epidemi penyakit dimana-mana, SDM yang rendah, dsb. Selain itu, tutur kerangka kebangsaan juga diperlukan agar para dokter melayani pasien tanpa memandang asal- usul ataupun latar belakang pasien. Tetapi reformasi identitas kebangsaan seperti apakah yang dibutuhkan oleh dokter dan tenaga kesehatan sehingga istilah kesehatan bisa menjadi “rumah idaman bersama” yang mengedepankan keadilan hukum, kesejahteraan ekonomi, kesetaraan status sosial, dan penghargaan terhadap kemajemukan?
IDENTITAS dilihat dari aspek waktu bukanlah suatu wujud yang sudah ada sejak semula dan tetap bertahan dalam suatu esensi yang abadi. Sedangkan dilihat dari aspek ruang juga bukan hanya satu atau tunggal, tetapi terdiri dari berbagai lapisan identitas. Lapis-lapis identitas itu tergantung pada peran-peran yang dijalankan, keadaan objektif yang dihadapi, serta ditentukan pula dari cara menyikapi keadaan dan peran tersebut. Dengan demikian, di satu sisi identitas akan terbentuk berdasarkan kemauan kita sendiri, sedangkan di sisi lain identitas akan sangat tergantung dari kekuatan-kekuatan objektif yang terjadi di sekitar kita yang mengharuskan kita untuk meresponnya. Dan, respon tersebut secara tidak langsung juga memberi bentuk lain terhadap apa yang kita anggap sebagai diri kita saat ini.
Identitas bukanlah suatu yang selesai dan final, tetapi merupakan suatu kondisi yang selalu disesuaikan kembali, sifat yang selalu diperbaharui, dan keadaan yang dinegosiasi terus-menerus, sehingga wujudnya akan selalu tergantung dari proses yang membentuknya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara yang dibangun dengan perjuangan panjang dengan segenap pengorbanan yang luar biasa. Proses panjang itu mengkristalkan semangat kebangsaan. Semangat ini tidak muncul secara tiba-tiba pada tahun 1945. Tetapi lahir melalui proses panjang perjuangan serta renungan terhadap sejarah kegemilangan masa lampau, serta kesadaran bahwa perubahan hanya dapat dicapai dengan kekuatan rakyat Indonesia sendiri melalui perjuangan bangsa bermodalkan upaya yang gigih dengan mempersatukan anak bangsa yang beraneka ragam latar belakangnya.
Bangsa Indonesia sejatinya telah mencanangkan tujuan dan konsep bernegara yang benar dan mulia. “Tujuannya adalah keadilan sosial bagi semua dengan landasan spiritual Ketuhanan Yang Maha Esa, landasan moral Kemanusian yang adil dan beradab, keadilan sosial Persatuan dalam kebhinekaan, dan acuan politik Kerakyatan dalam permusyawaratan/ perwakilan. “Pancasila!” Pancasila merupakan perwujudan jaringan dari segi tiga sinergis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam sekitarnya, oleh sebab itu Pancasila pada dasarnya adalah cahaya moral dan pertahanan pribadi manusia Indonesia untuk mewujudkan cita-cita yang tidak pernah berakhir, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umat dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi.
Dokter Indonesia adalah dokter warga negara Indonesia yang berada di Indonesia atau di luar negeri yang dapat terikat dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atau bukan anggota IDI.
Dokter Indonesia terikat oleh suatu etika yang termuat dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April 2002. Salah satu penetapan tersebut berbunyi sebagai berikut: dengan penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia maka semua dokter yang menjalankan profesi kedokterannya wajib berpegang teguh pada KODEKI tersebut.
Etik Kedokteran dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur hubungan manusia dan memiliki asas-asas dalam falsafah masyarakat yang diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah Pancasila yang sama-sama kita akui sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan struktural.
·         Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila ini tercermin dalam Sumpah Dokter yang berbunyi “…Demi Allah saya bersumpah” (untuk yang beragama Islam), sedangkan untuk penganut agama lain disesuaikan dengan agama masing-masing, misalnya bagi mereka yang tidak mengucapkan sumpah, perkataan sumpah diganti dengan janji (…Demi Allah saya berjanji…)
·         Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila ini dapat dilihat antara lain pada pasal 7d yang berbunyi: Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makluk insani. Sudah sepantasnyalah bila setiap dokter mengingat dan bukan sekedar basa-basi yang dilafalkan: Saya akan menghormati setiap hidup insani, mulai dari saat pembuahan!
·         Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Dokter Indonesia sebagai warga negara Indonesia yang baik tentunya berkewajiban untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan negara Indonesia yang kita cintai ini.
·         Sila Keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Dokter Indonesia sebagai warga negara Indonesia tentunya tunduk terhadap aturan yang berlaku di negara kita dan mempercayakan aspirasinya pada lembaga yang telah ditentukan.
·         Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Apa yang menjadi cita-cita negara Indonesia haruslah semua dokter Indonesia turut mewujudkannya. Keadilan Sosial menjadi tanggungan bersama, dan dokter Indonesia haruslah mengambil peran aktif di dalamnya
Tetapi realitas terkini menunjukkan bahwa Pancasila yang wujud cita-cita nasional tersebut dihantam oleh gelombang politik, ekonomi dan sosial budaya dari segala arah. Pancasila ditantang oleh zaman. Arus besar demokrasi dan politik yang seharusnya menciptakan persatuan dan toleransi sejati dari setiap tarikan nafas terakhir justru cenderung berbelok menjadi penguasaan politik radikal atas dasar SARA (suku, agama, ras),”
Praktik kedokteran merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Praktik kedokteran (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif) dilaksanakan sebagai suatu kesepakatan berdasarkan hubungan kepercayaan antara dokter dengan pasien. Kesepakatan yang dimaksud adalah upaya maksimal pengabdian profesi kedokteran yang harus dilakukan dokter dalam penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, serta standar prosedur operasional dengan melaksanakan ketepatan (appropriates) dan keefektifan (effectiveness) dalam memberikan pelayanan kesehatan. Perhatian lebih di titik beratkan pada QUALITY of CARE yang menimbulkan dorongan ke arah pelayanan kesehatan prima sebagai implementasi program Quality and Safety – sesuai dengan publikasi dari IOM: To Error is Human” (tahun 1999) Crossing the Quality Chasm” (tahun 2001).
Tingkat kepercayaan masyarakat dibangun berdasarkan pemahaman akan nilai dan perilaku profesi kesehatan itu sendiri. Dimana saat ini terjadi kerancuan penempatan domain bagi bidang kesehatan. Para pelaku profesi seolah harus menutup mata dengan habitus kesehatan karena berbagai kepentingan, terutama kepentingan ekonomi yang telah begitu diracuni oleh paham kapitalisme yang merusak domain kesehatan itu sendiri. Oleh karena itu bidang kesehatan mulai kehilangan sisi kemanusiaan dan empatinya di dalam memberikan pelayanan dan penyelenggaraan kesehatan bagi masyarakat. Kualitas pelayanan lebih sering dikaitkan dengan berapa nilai rupiah yang sanggup dibayar oleh pasien dan bukan lagi didasarkan atas kasih dan ketulusan yang sering menjadi icon utama di dalam penyelenggaraan kesehatan.
               Interest dokter-dokter sekarang ini berbeda-beda. Ada yang maunya hanya praktek menjalankan profesi dokter saja. Titik. Menurut saya tidak apa-apa, malah bagus selama dia menjalankan profesinya dengan baik. Ada juga yang fokus hanya untuk pendidikan saja. Juga bagus selama dia benar-benar menjalankan pendidikannya dengan benar. Ada juga yang hanya fokus pada pengembangan ilmu atau penelitian saja. Juga bagus, selama hasil penelitiannya bermanfaat dan diakui. lebih ditujukan untuk dokter-dokter yang berminat memikirkan dimensi kebangsaan dari tradisi pendidikan kedokteran di Indonesia. Jangan hanya terkesan "tenggelam" dengan keemasan masa lalu dan kurang membahas masa depan.
Nilai moral dan etika yang seharusnya menjadi pegangan utama para pelaku profesi seringkali dikalahkan dengan jumlah konsesi yang bisa diterima dari pabrik-pabrik farmasi. Hal ini tentu saja akan membuat masyarakat akan semakin kehilangan kepercayaan pada pelaku profesi yang seolah menjadi sales representative para pengusaha obat dan teknologi kedokteran.
Nilai dan moral yang semestinya menjadi pedoman atas problematika yang terjadi ini karena keuniversalannya tidak akan lekang dimakan waktu. Segala wajah dunia boleh berubah, tetapi penghormatan pada makhluk hidup insani harus tetap dipertahankan sampai akhir, artinya setiap pelaku profesi kesehatan harus mempertahankan nilai kemanusiaan di dalam konteks etika yang benar. Fitrah keberadaan profesi ini adalah untuk memperjuangkan tingkat kehidupan yang lebih baik dengan meletakkan penghormatan tertinggi bagi harkat dan martabat makhluk insani yaitu manusia. Sehingga manusia terbebas dari rasa sakit, mampu hidup lebih baik dan dapat mengusahakan kesejahteraan bersama.
Untuk mengembalikan pada kehormatan bangsa, arah penyehatannya bukan cuma fisik, tetapi juga mental dan sosial. Peran dokter terutama menyangkut perhatian mereka kepada kepentingan masyarakat. Semangat kebangsaan seorang dokter tidak bisa dilepaskan dari watak dan kepribadian yang dibentuk melalui proses pendidikan dan latihan. Selain itu, seorang dokter juga terikat dengan sumpah dan etika profesi, di antaranya menyaratkan mereka untuk memiliki prinsip egaliterisme yang merupakan dasar berkembangnya nasionalisme. Saat ini praktik kedokteran semata hanya mengarah kepada promosi kesehatan. Kegiatan itu cenderung mempromosikan keistimewaan produk kesehatan secara berlebihan. Bahkan saat ini iklan kesehatan umumnya terselubung dalam sejumlah kegiatan tertentu. "Ada capital marketing, misalnya diadakan seminar kesehatan untuk masyarakat awam, padahal marketing kesehatan. Sejumlah iklan produk kesehatan, umumnya hanya disebutkan kelebihan dari produk yang bersangkutan. Kalau kegagalannya banyak yang tidak diungkap. Secara universal itu dilarang, secara etika juga. Pengertian sehat bukan sekadar bebas dari penyakit. Sesungguhnya, sehat juga mengandung dimensi mental, di antaranya berarti puas dengan keadaan diri sendiri. Selain itu, sehat bisa pula diartikan secara sosial yaitu sehat rohani.
Guna membangkitkan kembali semangat kebangkitan nasional perlu satu upaya untuk menyambung platform kebangsaan ke depan. Ini penting untuk me-rewain jalan pikiran pelaku bangsa ini untuk memperhatikan dua hal, yang pertama adalah Pancasila sebagai sebuah living value (nilai-nilai kehidupan) yang harus diupayakan, didengungkan. Serta, yang kedua, menyangkut komitmennya kepada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kalau bukan dimulai sejak saat ini kapan lagi untuk mengokohkan pondasi yang kuat sebagai suatu momentum untuk mengembalikan semangat kebangsaan sebagai neonasionalisme, sebagai bagian dari bangsa yang global. Indonesia tidak bisa meng-incluve diri dalam percaturan global, tapi wajah Indonesia harus berubah, nasionalisme harus sesuai dengan keadaan zaman sekarang. Tanpa itu, maka yang terjadi cenderung caufinistik. Jadi ultra nasionalis. Itu penting sekali,
Negara harus menjamin keadaan sehat yang positif, yang optimal dari sisi fisik, mental, dan sosial. Munculnya nasionalisme tersebut terjadi karena didorong oleh faktor sejarah, yang secara ideologis merupakan kristalisasi kesadaran berbangsa dan bernegara. Pada awalnya nasionalisme tumbuh dan berkembang ketika ada peluang pembuka jalan bagi pembentukan sebuah negara dan bangsa.
Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia berhasil ditegakkan, namun bukan berarti perjuangan sebagai negara bangsa telah usai. Justru saat menjadi bangsa merdeka itulah perjuangan yang sesungguhnya yakni upaya mengisi kemerdekaan sedang dimulai. Selama 66 tahun merdeka, seiring pergantian pemerintahan, dinamika dalam upaya mengisi kemerdekaan terus berlangsung. Permasalahan yang selalu datang silih-berganti, memerlukan kerja keras dan keterlibatan segenap anak bangsa untuk mengatasinya. Tetapi kita sadar dan yakin, bahwa nilai-nilai kebangsaan dan semangat persatuan dan kesatuan yang telah diwariskan oleh para pendahulu kita akan tetap menjadi acuan dalam mengarungi perjalanan bangsa Indonesia saat ini dan dimasa yang akan datang. Tentu saja dengan harapan bisa menjadikan energi penyemangat untuk membawa bangsa dan negara ini ke depan kepada tujuan pencapaian cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia – mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan tetap berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945. Serta, sumbangan itu kiranya bisa memperkokoh semangat dan integritas bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

WHERE GOD’S POSITION WHEN WE MAKE DECISION?

Here’s the thing..
We live day by day making a lot of decisions. Sometimes people have to face life and death situation everyday in their lives, and that makes decision making not as easy as many other people, but still even if we live an ordinary life with simple decision to make, every decision that we make can change the course of life. And the next question is, “where is God’s position when we make decision, especially the big one? Do we put God aside when we make decision? Or maybe we put God far away in heaven? Or we make God our partner in making decision?



We put God aside
This is what usually happens. We feel that we are wise enough to make our own decision. So we don’t need God to make a decision. Or maybe we think that we don’t need to bother God for every ‘little thing’ that happens in our lives. Some people think, “When a president wants to make a decision, that’s when God’s advice is needed.” When there is a life and death situation, that’s when God is needed. If it is only about our lives, we don’t need God, that’s why God gave us a free will.” Is that true? Is that the reason God gave us a free will? Saul made decision on his own, and God took His Spirit away from him (1 Samuel 16:14). When Moses decided to believe in what he saw rather than believe in what he saw rather than believe in God’s promises, he never set his feet upon the promises land (Numbers 14). Though God gave us a free will, He doesn’t want us to be arrogant and misguided. He wants us to honor Him in everything we do. Men are proven to be reckless through out the history when they decide to put God aside.

We put God far away in heaven
Maybe we seldom hear a statement like this, “Oh Lord..show me Your way”. It sounds good, right? But it is not good if the next thing we do is just wait and do nothing! We seldom put God far away in heaven, so that the only way He can give us guidance is to come down from heaven and talk with thunderous sound. So it means, if there is no sound from heaven, there is no guidance from God, and we have to wait...wait...wait...and do nothing. A few people make “not hear from God yet” a reason for their stagnation, a reason they haven’t made any more in their life. When people do this, they will usually blame God for not “coming from heaven and talking to them”. When we are in the airport, we cannot blame the airline if we miss the plane just because we don’t buy the ticket. That’s silly, because we cannot make the airline come to us, ofer us a ticket, and take us to the plane by a wheel chair

We make God our partner
There are some parts that God needs to do in our lives, but there is also something that we need to do with our lives. God doesn’t want us to walk alone and decide everything by ourselves. God also wants us to grow in knowledge, character, and wisdom. That’s why we need to make God as our partner in life. God doesn’t want us to be robots, that’s why he gave us a free will, but God doesn’t want us to be arrogant because of it. We need God to guide us, but God needs us to make the decision. Let’s make God our partner in our life.

“One night with the King changes everything. And just one day in His porch could forever change my heart. One moment in His presence and I’ll never be the same”

Langkah orang ditentukan oleh Tuhan, tetapi bagaimanakah manusia dapat mengerti jalan hidupnya? (Ams 20:24)

KOMPAS DAN PETA

Saat Tuhan menyuruh kita berjalan ke suatu tujuan, sadarkah sering kita menuntut Dia untuk memberikan kita sebuah peta, baru kita punya keberanian untuk melangkah,.??
Peta adalah gambaran tentang apa yang ada di depan sana dengan jelas dan detail,. Gunung? Lautankah? atau bahkan hutan belantara? apakah ada bantuan yang akan menemani kita sampai tujuan atau tidak? Dan sekiranya tantangannya banyak, hal-hal itu pasti ingin kita hindari. Kita pasti cenderung memilih jarak yang tersingkat dengan sedikit halangan, bahkan kalau bisa jalan yang bebas hambatan.
Itulah sebabnya Tuhan lebih senang memberi kita kompas. Karena dengan begitu, kita akan senantiasa bergantung dan membutuhkan-Nya, dengar akan suara-Nya. Dan yang terpenting, kita akan menjaga, memegangnya erat-erat supaya kita jangan kehilangan arah.
Jangan Takut,.,!! Saat kita kehilangan arah, lihat baik-baik KOMPAS itu : SUARA TUHAN, maka kita tidak akan tersesat.
"Siapakah orang yang takut akan Tuhan? Kepadanya Tuhan menunjukkan jalan yang harus dipilihnya (Maz 25:12) Tuhan itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Hanya pada Tuhan saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nya lah kekuatanku. ttp pegang kompas itu,.SUARA TUHAN,.!! dengar itu lebih dari suara dunia apapun yg kau dengar,.!!

God Father bless you

KELUARGAKU,SAMUDERA CINTA TANPA BATAS :)





bpk : pembuka jalan,nahkoda besar,cinta,hati,dan hidupku,work with heart,a good good man with the brain of "perception", kerja keras,terus belajar,dan kejujuran adalah tiga kunci sederhana yang selalu beliau pegang
ibu : sang penyejuk,penyala lilin,cinta,kesederhanaan,dan ketegaran,your love has kept my hope alive,a big heart who touches my heart
mamas agung : keindahan kebersamaan,keindahan jiwa,penuntun langkah,hands that touch me
dd sari : hati dan mata dunia yang menyentuh hidupku,cahaya dunia,a part from a deep deep inside
kalian adalah pahlawan dengan hati yang selalu berlayar bersamaku..
di rumah mungil, kami merasakan cinta dan kesedihan bersama-sama. di rumah mungil inilah cita-cita sederhana pertama kami mulai bersemi.. My everything..everything

Salah satu ingatan yang melekat kuat sampai saat ini adalah rumah mungilku dan tetesan air hujan. Dengan beberapa kebocoran di sana-sini, betapa pun kencang angin bertiup di luar, di rumah ini kami merasakan kehangatan. Sebagai anak-anak, rasa inilah yang kami inginkan dari rumah dan orang tua. Terlindungi, tidak lebih. Hangatnya air teh dan nikmatnya pisang goreng hanyalah bonus tambahan. Sampai saat ini, saat pulang kembali ke rumah ini, kami masih merasa terlindungi.
Ketika musim hujan, aku sering bermain-main di depan rumah, di bawah tetesan air hujan bersama bapak. Ini adalah kegembiraan buatku. Aku bisa berlari dan berteriak lepas. Inilah waktu liburan kami. Air hujan yang menyentuh kepalaku menjadi salah satu kebahagiaan sederhana yang abadi. Kebahagiaan yang terbawa sampai sekarang dan yang mungkin menyelamatkan masa dewasaku.
Mengingat kembali diriku berlarian, basah di bawah tetesan air hujan dengan tawa yang lepas, membuatku menahan napas beberapa saat. Tak ada kata-kata yang bisa menggambarkan kebahagiaan ini. "Biarkan rambutmu basah, berlarilah, berteriaklah, karena kenangan seperti ini tak bisa kau ulang, tak bisa kau beli."
Aku juga sering melihat memori masa kecilku di beberapa furnitur yang masih kami simpan saat ini. Salah satu yang terbawa hatiku adalah meja marmer berkaki kayu. Marmer yang sudah retak-retak itu masih ada sampai sekarang di sudut rumah mungil kita. Di masa kecil, kami selalu mempunyai impian untuk menyimpannya sampai beberapa tahun. Meja itu adalah salah satu furnitur terbagus di rumah mungil kami. Meskipun marmer itu sudah retak-retak, impian in masih menyala dan kami tetap menyimpannya. Nilai-nilai inilah yang membuat aku yakin bahwa impian harus menyala dengan apapun yang kita miliki, meskipun yang kita miliki tidak sempurna, meskipun itu retak-retak.
Furnitur lain yang masih ada sampai sekarang adalah lemari kayu di kamar orang tuaku. Lemari yang tidak terlalu besar setinggi hampir dua meter itu tempat menyimpan barang-barang kita berlima. Semuanya, dari seragam sekolah, baju sehari-hari, dokumen-dokumen berharga seperti surat keluarga, ijazah, surat nikah,dll. Semuanya tersimpan dalam satu lemari. Di lemari itu aku merasakan bahwa kebersamaan di masa kecillah yang bisa mengikat kami setelah nantinya menempuh jalan sendiri-sendiri.
Setelah dewasa setiap kali aku membuka lemari itu, aku merasa membuka kembali memori masa kecil yang tersimpan rapi di sana. Aku bisa merasakan kesejukan masa kecilku. Seperti air hujan yang menetes di kepala, di depan rumah kecilku.

Ibuku adalah cermin kesederhanaan yang sempurna di mata kami dan kesederhanaan inilah yang menyelamatkan kami. Kesederhanaan inilah yang membangun rumah mungil kami.
Kesederhanaan yang luar biasa itu tidaklah mudah kami cerna sebagai anak-anak dulu. Kadang pedih. Tak ada boneka berbie, mobil-mobilan, Ps/sejenisnya, sepeda BMX, bahkan minta buku-buku pelajaran pun harus diseleksi. Banyak keinginan yang terpendam dan aku bisa mengingat dengan jelas sampai saat ini.
Kami sering melihat awan gelap di atas rumah, kadang badai. Apalagi setelah kami menginjak besar. Biaya sekolah, seragam, dan buku-buku membengkak. Kebijakan ibu menyelamatkan kami semua. Ketegarannya menghadapi segala kesulitan ini, ketekunannya, airmatanya, membawa kami melalui awan gelap itu.
Ibuku di balik kelembutannya, menyimpan kekuatan yang luar biasa. Di balik kesabarannya, ia berhasil membawa kami semua hidup di bawah satu atap. Ia jugalah yang membangun rumah dengan fondasi kuat, di hati kami masing-masing.
Ibuku, hatinya putih, ia adalah puisi hidupku. Begitu indah. Ia adalah setiap tetesan air mataku. Hanya kehangangatan genggaman tangannya dan dekapannya yang memasuki hari-hariku, memasuki setiap desah nafasku.

Bapakku adalah lampu terang. Seperti warna pelangi di mataku saat ini. Seorang nahkoda besar yang mengubah hidupku. Yang memanduku perahu hidupku ke dermaga kehidupan. Ada beberapa saat ketika kami harus diam, tak bisa maju ke depan, bapakku yang paling berani maju berperang dan menjadi pelindung kami. Dialah yang mengambil inisiatif dan berteriak paling lantang. Ia seorang bapak yang tegas, tangguh, dan kuat. Keberaniannya telah melahirkan rasa kepercayaan diri pada anak-anaknya, rasa percaya diri yang kadang-kadang tidak terlihat di DNA kami.
Bapakku pun yang sering mengajariku tentang, seni, nada, melankoli, dan sastra. Kami sering bertanya-tanya, dari mana darah seni ini mengalir? Dialah yang mengajar kami seni baca puisi, bagaimana intonasi dan gaya penghayatan, bagaimana memasuki sebuah karya. Di sinilah kami tersentuh, menghargai keindahan lewat puisi. Di sinilah rasa sentimental merasuki darah kami. Keindahan berpuisi, keindahan menikmati sebuah karya.
Bapak adalah pekerja keras. Hatinya selalu terketuk untuk melakukan sesuatu ketika mendung bergantung di atap rumah mungil kami. Bapak selalu berjuang dengan tangan kecilnya. Kegigihannya menjadi inspirasi kami. Di dalam pribadinya aku melihat kekuatan, ketegaran, keberanian, dan keprihatinan yang dalam. Hatinya menempel di lantai rumah ini, melekat begitu kuat. Ia seakan lupa, ia juga mempunyai hidup. Kehidupannya hanyalah untuk kami. Dan bersamanya, dalam bimbingannya, kami mulai berani bermimpi dan merealisasikan mimpi itu bersama-sama.
Aku melihat keringat bapak, aku melihat keringat ibu, aku melihat keringat mereka berdua menetes bersama-sama agar matahari tetap bersinar untuk rumah mungil kami.

(sik.. sik.. bentar.. mw ngapus air mata dl.. nangis d'ning mah nulis ini)

Mamas. Aku tidak tahu bagaimana ia, sebagai anak pertama, mendobrak dan menemukan jalannya. Kami sebagai adik-adiknya seringkali hanya mengikuti dan melewati jalan yang telah ia tempuh. Ia pintar sekali. Ia adalah bakat yang terbengkalai, korban ketidakmapanan pada masa lalu. Dia telah membuka jendela buat adik-adiknya, dia melahirkan kami kembali. Ia pribadi yang luar biasa. Aku merasa bangga atas semua prestasinya, untuk semangatnya. Mamas mewakili kami, mewakili keluarga, mewakili rumah mungil kami. Pada saat-saat seperti itu kami merasa kami pun bisa bicara, bisa menempatkan diri sejajar dengan yang lain, meskipun rasa "kecil" tetap menjadi bagian terbesar ketika kami tumbuh.
Jakarta, di sanalah kiprah pertamanya, di sanalah ia menghirup udara kerja profesional, memperluas jaringan dan melihat Jakarta dari dekat. Mamas yang terkadang rendah diri dan tak jarang minder ini bertemu dengan orang-orang "besar" di kota itu, namun hatinya tidak terpolusi oleh udara Jakarta. Ia masih seputih yang dulu. Ia masih menyimpan cinta dan kejujuran yang luar biasa untuk rumah mungil kami.
Kami semua butuh tempat lapang untuk bernapas, menikmati kesendirian, dan menemukan kembali ruang yang hilang, dan pada saat itu mamas berkenalan dengan mimpi dan mulai membangun keberaniannya untuk lepas. Ia mengerti benar yang kami lalui. Ia mengerti ketidakmampuan kami. Ia begitu mengerti. Hatinya putih, gampang teriris. Ia adalah cermin sebuah keluguan dan ia pecah menjadi tangis dengan mudahnya.
Ia menguji kerapuhan jiwanya di bawah bintang-bintang di bawah air terjun. Ia menjerit, berteriak, bernyanyi dalam kesendirian, bermain drama kehidupan, dan bermeditasi. Pilihan ini bukanlah pilihan yang mudah. Di sinilah ia memulai babak baru dalam hidupnya. Di sinilah ia mengenal dunia. Ketekunannya, ketegarannya untuk mencari uang, melelehkan hati kami semua. Ia sudah menggenggam harapan. Ia mulai melihat dunia. Ia mulai "terbebas" dengan kondisi keuangan yang mulai menerang. Ia "terbebas" dengan keberaniannya yang dia pupuk perlahan dari kecil hingga saat ini menjadi sangat besar untuk menerima tantangan hidup yang baru.
Mungkin ia telah hadir di sampingku, begitu dekat, tanpa aku mengetahui kehadirannya. Mungkin saja napasnya telah menyatu dengan napasku. Dia pribadi yang hangat. Tumbuh bersamanya seperti meluangkan malam yang sepi, malam yang penuh bintang, malam yang tenang. Aku pun melihat keringatnya menetes untuk rumah mungil kami. Di rumah ini, mimpi kami adalah membangun rumah mungil kami.
I miss you, semoga tulisan ini bisa memanggilmu, karena aku tahu, kau tak akan pernah jauh dariku.

Dedek. Membuka kenangan lama yang terhampar di belakang memberikan makna baru dalam hidup. Memberikan apresiasi baru terhadap keberhasilan ataupun kegagalan saat ini. Kita selalu bisa kembali ke masa lalu. Kenangan itu, betapapun pahitnya, selalu bisa dikenang dan ditempatkan kembali di ruang yang tepat di hati kita. Dan biarlah memori beristirahat disana. Dd adalah sahabat yang selalu aku bawa kemanapun aku pergi. Ketika matanya berbinar, mataku bersinar. Ketika hatinya jatuh, kuberikan hatiku. Ia adalah refleksi diriku. Aku melihat dia di diriku dan begitu pula sebaliknya. Ia adalah cermin keluguan, kesederhanaan, dan kelembutan. Aku melihat ibuku dalam jiwanya. Ia begitu putih.
Hatinya begitu lunak. Ia mudah tersentuh. Di tengah kesedihan dan kebahagiaan, air mata adalah bahasanya. Ia adalah pribadi dengan kejujuran yang tak pernah retak. Tapi, ia kadang retak karena menggenggam masa lalu terlalu kuat. Di saat yang terpuruk, ia melihat dunia luar dari jendela baru. Ia mengumpulkan pecahan-pecahan kerapuhannya dan bangkit. Ia melihat kehidupan dan mulai membangun mimpinya kembali. Is there suffering on this new earth? On our earth we can truly love only with suffering and through suffering! We know not how to love otherwise. We know no other love. I want suffering in order to love. Aku menemukan kedamaan di wajah kecilnya.
Dalam hidupku, ada misteri yang tidak bisa disampaikan dan hanya kepada dia bisa kubagikan rahasia hidupku. Ketika aku bisa membagikan rahasia ini kepadanya, aku merasa terbebas, seperti gumpalan awan yang tersapu angin di puncak gunung. Keluguannya yang putih dalam melihat dunia menyentuh hatiku yang paling dalam. Matanya yang segar dalam melihat hidupku seperti dua malaikat yang mengiringi jalanku ke depan. Dialah yang menyelamatkan aku di sini, di tengah kesendirian yang mungkin bisa membunuhku. Malam ini, aku menunggunya. Ingin sekali kubagikan cerita yang aku tulis dua hari yang lalu tentang secercah harapan di perjalanan hidupku.

Kegigihan tangan-tangan kecil ini untuk bersama-sama melewati mendung di atas atap rumah mungil kami, membuat kami tangguh. Keringat yang tercecer, membuat garis hidup kami begitu indah. Dengan segala ketekunan, kami lalui dengan gemilang. Prestasi mamas, aku, dan dedek, menjadikan rumah mungil kami "terangkat"
Kami percaya akan kekuatanNya, akan perjalanan jauh yang "mengangkat" kami semua. Inilah hidup kami, impian kami, mimpi masa  kecilku, keinginan yang muncul dari mimpi dan dari rumah mungilku. Hidup kami adalah buah kerja keras, disiplin, keprihatinan, dan kejujuran. Hidup ini adalah buah "kehangatan" rumah mungil kami. Langkah demi langkah, kami merasa hidup kami tak akan pernah sama lagi.

I can imagine if there's nothing in my pocket, but i can not imagine if there's no knowledge in my mind and religion in my heart. They are my other suns in my life. Dedicate to my father, mother, brother, sister, and my tears that ever made the most beautiful line on my way here. In my entire life, I never expected to be here, at all. Thank you so much :*
You must know that there's nothing higher, or stronger, or sounder, or more useful afterwards in life, than some good memory, especially a memory from childhood, from the parental home. You hear a lot said about your education, yet some such beautiful, sacred memory, preserved from childhood, is perhaps the best education.
If a man stores up many such memories to take into life, then he is saved for his whole life. And even if only one good memory remains with us in our hearts, that alone may serve some day for our salvation.
Terima kasih untuk cinta yang mengalir bagai gelombang-gelombang tanpa henti. Senja hari ini begitu indah dan aku menggenggam warna jingganya.

-Hening, Sept' 2011