Dokter Indonesia yang Akrab di hati, Profesional dalam aksi, Nyata berkontribusi.
“Tinjauan Penerapan Nilai Pancasila dan Kaitannya dengan Peran Tenaga Kesehatan Indonesia”
Sejarah profesi dokter bukan sekadar dibangun dari peran mereka sebagai juru atau agen pengobatan. Sesungguhnya, awal pergerakan komunitas ini berasal dari semangat akan kesadaran intelektualitas dan kebangsaan rakyat Indonesia. Pondasi itu tertancap kuat lewat kiprah para dokter muda di organisasi Budi Utomo, sekitar 100 tahun lalu.
Suatu pertanyaan mendasar yang harus direnungi oleh kita bersama, sebuah retorika terhadap profesi kedokteran dan tenaga kesehatan saat ini “Mengapa kebangkitan nasional dan banyak perjuangan kebangsaan lainnya (termasuk perjuangan kemerdekaan) dilakukan oleh mahasiswa dan dokter sedangkan di India dilakukan umumnya oleh para ahli hukum? Tetapi sekarang mengapa dokter-dokter tidak bisa berperan lebih besar sebagai "agent of change" bagi rakyat bangsanya yang terus tertinggal ini? Kenapa misalnya sudah disebar dokter-dokter untuk bekerja di daerah, tetapi dampaknya ternyata kecil?
Demi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dokter perlu lebih menumbuhkan, melakukan transformasi, dan mereformasi semangat serta identitas kebangsaan. Kurangnya semangat kebangsaan pada dokter selama ini berakibat terhadap kekurangan dokter di daerah-daerah terpencil. Penempatan dokter di Indonesia tidak merata dan masih terpusat di kota. Meskipun jumlah dokter banyak, saat ini terjadi kekurangan dokter di sejumlah pelosok di Indonesia. Di Jawa Barat, misalnya 75% pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) tidak mempunyai dokter. Akibatnya, pelayanan dokter di sejumlah daerah pedesaan terhenti. Untuk memperoleh perawatan dokter, penduduk desa harus ke rumah sakit di daerah kota.
Wawasan nasional dan panggilan kemanusiaan sangat diperlukan sehingga dokter-dokter muda terpanggil untuk ditempatkan di pelosok Nusantara ini, sehingga nantinya dokter yang dihasilkan bukan sekedar dokter praktek klinisi tapi juga dokter yang meneruskan tradisi dunia kedokteran yang mengaitkannya dengan kemajuan bangsanya. Misalnya kenapa rakyat kita terus buruk taraf kesehatannya, angka kemayian bayi dan ibu yang terus tinggi, epidemi penyakit dimana-mana, SDM yang rendah, dsb. Selain itu, tutur kerangka kebangsaan juga diperlukan agar para dokter melayani pasien tanpa memandang asal- usul ataupun latar belakang pasien. Tetapi reformasi identitas kebangsaan seperti apakah yang dibutuhkan oleh dokter dan tenaga kesehatan sehingga istilah kesehatan bisa menjadi “rumah idaman bersama” yang mengedepankan keadilan hukum, kesejahteraan ekonomi, kesetaraan status sosial, dan penghargaan terhadap kemajemukan?
IDENTITAS dilihat dari aspek waktu bukanlah suatu wujud yang sudah ada sejak semula dan tetap bertahan dalam suatu esensi yang abadi. Sedangkan dilihat dari aspek ruang juga bukan hanya satu atau tunggal, tetapi terdiri dari berbagai lapisan identitas. Lapis-lapis identitas itu tergantung pada peran-peran yang dijalankan, keadaan objektif yang dihadapi, serta ditentukan pula dari cara menyikapi keadaan dan peran tersebut. Dengan demikian, di satu sisi identitas akan terbentuk berdasarkan kemauan kita sendiri, sedangkan di sisi lain identitas akan sangat tergantung dari kekuatan-kekuatan objektif yang terjadi di sekitar kita yang mengharuskan kita untuk meresponnya. Dan, respon tersebut secara tidak langsung juga memberi bentuk lain terhadap apa yang kita anggap sebagai diri kita saat ini.
Identitas bukanlah suatu yang selesai dan final, tetapi merupakan suatu kondisi yang selalu disesuaikan kembali, sifat yang selalu diperbaharui, dan keadaan yang dinegosiasi terus-menerus, sehingga wujudnya akan selalu tergantung dari proses yang membentuknya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara yang dibangun dengan perjuangan panjang dengan segenap pengorbanan yang luar biasa. Proses panjang itu mengkristalkan semangat kebangsaan. Semangat ini tidak muncul secara tiba-tiba pada tahun 1945. Tetapi lahir melalui proses panjang perjuangan serta renungan terhadap sejarah kegemilangan masa lampau, serta kesadaran bahwa perubahan hanya dapat dicapai dengan kekuatan rakyat Indonesia sendiri melalui perjuangan bangsa bermodalkan upaya yang gigih dengan mempersatukan anak bangsa yang beraneka ragam latar belakangnya.
Bangsa Indonesia sejatinya telah mencanangkan tujuan dan konsep bernegara yang benar dan mulia. “Tujuannya adalah keadilan sosial bagi semua dengan landasan spiritual Ketuhanan Yang Maha Esa, landasan moral Kemanusian yang adil dan beradab, keadilan sosial Persatuan dalam kebhinekaan, dan acuan politik Kerakyatan dalam permusyawaratan/ perwakilan. “Pancasila!” Pancasila merupakan perwujudan jaringan dari segi tiga sinergis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam sekitarnya, oleh sebab itu Pancasila pada dasarnya adalah cahaya moral dan pertahanan pribadi manusia Indonesia untuk mewujudkan cita-cita yang tidak pernah berakhir, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umat dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi.
Dokter Indonesia adalah dokter warga negara Indonesia yang berada di Indonesia atau di luar negeri yang dapat terikat dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atau bukan anggota IDI.
Dokter Indonesia terikat oleh suatu etika yang termuat dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April 2002. Salah satu penetapan tersebut berbunyi sebagai berikut: dengan penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia maka semua dokter yang menjalankan profesi kedokterannya wajib berpegang teguh pada KODEKI tersebut. Etik Kedokteran dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur hubungan manusia dan memiliki asas-asas dalam falsafah masyarakat yang diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah Pancasila yang sama-sama kita akui sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan struktural.
Dokter Indonesia terikat oleh suatu etika yang termuat dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April 2002. Salah satu penetapan tersebut berbunyi sebagai berikut: dengan penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia maka semua dokter yang menjalankan profesi kedokterannya wajib berpegang teguh pada KODEKI tersebut. Etik Kedokteran dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur hubungan manusia dan memiliki asas-asas dalam falsafah masyarakat yang diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah Pancasila yang sama-sama kita akui sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan struktural.
· Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila ini tercermin dalam Sumpah Dokter yang berbunyi “…Demi Allah saya bersumpah” (untuk yang beragama Islam), sedangkan untuk penganut agama lain disesuaikan dengan agama masing-masing, misalnya bagi mereka yang tidak mengucapkan sumpah, perkataan sumpah diganti dengan janji (…Demi Allah saya berjanji…)
· Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila ini dapat dilihat antara lain pada pasal 7d yang berbunyi: Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makluk insani. Sudah sepantasnyalah bila setiap dokter mengingat dan bukan sekedar basa-basi yang dilafalkan: Saya akan menghormati setiap hidup insani, mulai dari saat pembuahan!
· Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Dokter Indonesia sebagai warga negara Indonesia yang baik tentunya berkewajiban untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan negara Indonesia yang kita cintai ini.
· Sila Keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Dokter Indonesia sebagai warga negara Indonesia tentunya tunduk terhadap aturan yang berlaku di negara kita dan mempercayakan aspirasinya pada lembaga yang telah ditentukan.
· Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Apa yang menjadi cita-cita negara Indonesia haruslah semua dokter Indonesia turut mewujudkannya. Keadilan Sosial menjadi tanggungan bersama, dan dokter Indonesia haruslah mengambil peran aktif di dalamnya”
Tetapi realitas terkini menunjukkan bahwa Pancasila yang wujud cita-cita nasional tersebut dihantam oleh gelombang politik, ekonomi dan sosial budaya dari segala arah. Pancasila ditantang oleh zaman. Arus besar demokrasi dan politik yang seharusnya menciptakan persatuan dan toleransi sejati dari setiap tarikan nafas terakhir justru cenderung berbelok menjadi penguasaan politik radikal atas dasar SARA (suku, agama, ras),”
Praktik kedokteran merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Praktik kedokteran (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif) dilaksanakan sebagai suatu kesepakatan berdasarkan hubungan kepercayaan antara dokter dengan pasien. Kesepakatan yang dimaksud adalah upaya maksimal pengabdian profesi kedokteran yang harus dilakukan dokter dalam penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, serta standar prosedur operasional dengan melaksanakan ketepatan (appropriates) dan keefektifan (effectiveness) dalam memberikan pelayanan kesehatan. Perhatian lebih di titik beratkan pada QUALITY of CARE yang menimbulkan dorongan ke arah pelayanan kesehatan prima sebagai implementasi program Quality and Safety – sesuai dengan publikasi dari IOM: “To Error is Human” (tahun 1999) “Crossing the Quality Chasm” (tahun 2001).
Tingkat kepercayaan masyarakat dibangun berdasarkan pemahaman akan nilai dan perilaku profesi kesehatan itu sendiri. Dimana saat ini terjadi kerancuan penempatan domain bagi bidang kesehatan. Para pelaku profesi seolah harus menutup mata dengan habitus kesehatan karena berbagai kepentingan, terutama kepentingan ekonomi yang telah begitu diracuni oleh paham kapitalisme yang merusak domain kesehatan itu sendiri. Oleh karena itu bidang kesehatan mulai kehilangan sisi kemanusiaan dan empatinya di dalam memberikan pelayanan dan penyelenggaraan kesehatan bagi masyarakat. Kualitas pelayanan lebih sering dikaitkan dengan berapa nilai rupiah yang sanggup dibayar oleh pasien dan bukan lagi didasarkan atas kasih dan ketulusan yang sering menjadi icon utama di dalam penyelenggaraan kesehatan.
Interest dokter-dokter sekarang ini berbeda-beda. Ada yang maunya hanya praktek menjalankan profesi dokter saja. Titik. Menurut saya tidak apa-apa, malah bagus selama dia menjalankan profesinya dengan baik. Ada juga yang fokus hanya untuk pendidikan saja. Juga bagus selama dia benar-benar menjalankan pendidikannya dengan benar. Ada juga yang hanya fokus pada pengembangan ilmu atau penelitian saja. Juga bagus, selama hasil penelitiannya bermanfaat dan diakui. lebih ditujukan untuk dokter-dokter yang berminat memikirkan dimensi kebangsaan dari tradisi pendidikan kedokteran di Indonesia. Jangan hanya terkesan "tenggelam" dengan keemasan masa lalu dan kurang membahas masa depan.
Nilai moral dan etika yang seharusnya menjadi pegangan utama para pelaku profesi seringkali dikalahkan dengan jumlah konsesi yang bisa diterima dari pabrik-pabrik farmasi. Hal ini tentu saja akan membuat masyarakat akan semakin kehilangan kepercayaan pada pelaku profesi yang seolah menjadi sales representative para pengusaha obat dan teknologi kedokteran.
Nilai dan moral yang semestinya menjadi pedoman atas problematika yang terjadi ini karena keuniversalannya tidak akan lekang dimakan waktu. Segala wajah dunia boleh berubah, tetapi penghormatan pada makhluk hidup insani harus tetap dipertahankan sampai akhir, artinya setiap pelaku profesi kesehatan harus mempertahankan nilai kemanusiaan di dalam konteks etika yang benar. Fitrah keberadaan profesi ini adalah untuk memperjuangkan tingkat kehidupan yang lebih baik dengan meletakkan penghormatan tertinggi bagi harkat dan martabat makhluk insani yaitu manusia. Sehingga manusia terbebas dari rasa sakit, mampu hidup lebih baik dan dapat mengusahakan kesejahteraan bersama.
Untuk mengembalikan pada kehormatan bangsa, arah penyehatannya bukan cuma fisik, tetapi juga mental dan sosial. Peran dokter terutama menyangkut perhatian mereka kepada kepentingan masyarakat. Semangat kebangsaan seorang dokter tidak bisa dilepaskan dari watak dan kepribadian yang dibentuk melalui proses pendidikan dan latihan. Selain itu, seorang dokter juga terikat dengan sumpah dan etika profesi, di antaranya menyaratkan mereka untuk memiliki prinsip egaliterisme yang merupakan dasar berkembangnya nasionalisme. Saat ini praktik kedokteran semata hanya mengarah kepada promosi kesehatan. Kegiatan itu cenderung mempromosikan keistimewaan produk kesehatan secara berlebihan. Bahkan saat ini iklan kesehatan umumnya terselubung dalam sejumlah kegiatan tertentu. "Ada capital marketing, misalnya diadakan seminar kesehatan untuk masyarakat awam, padahal marketing kesehatan. Sejumlah iklan produk kesehatan, umumnya hanya disebutkan kelebihan dari produk yang bersangkutan. Kalau kegagalannya banyak yang tidak diungkap. Secara universal itu dilarang, secara etika juga. Pengertian sehat bukan sekadar bebas dari penyakit. Sesungguhnya, sehat juga mengandung dimensi mental, di antaranya berarti puas dengan keadaan diri sendiri. Selain itu, sehat bisa pula diartikan secara sosial yaitu sehat rohani.
Guna membangkitkan kembali semangat kebangkitan nasional perlu satu upaya untuk menyambung platform kebangsaan ke depan. Ini penting untuk me-rewain jalan pikiran pelaku bangsa ini untuk memperhatikan dua hal, yang pertama adalah Pancasila sebagai sebuah living value (nilai-nilai kehidupan) yang harus diupayakan, didengungkan. Serta, yang kedua, menyangkut komitmennya kepada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kalau bukan dimulai sejak saat ini kapan lagi untuk mengokohkan pondasi yang kuat sebagai suatu momentum untuk mengembalikan semangat kebangsaan sebagai neonasionalisme, sebagai bagian dari bangsa yang global. Indonesia tidak bisa meng-incluve diri dalam percaturan global, tapi wajah Indonesia harus berubah, nasionalisme harus sesuai dengan keadaan zaman sekarang. Tanpa itu, maka yang terjadi cenderung caufinistik. Jadi ultra nasionalis. Itu penting sekali,
Negara harus menjamin keadaan sehat yang positif, yang optimal dari sisi fisik, mental, dan sosial. Munculnya nasionalisme tersebut terjadi karena didorong oleh faktor sejarah, yang secara ideologis merupakan kristalisasi kesadaran berbangsa dan bernegara. Pada awalnya nasionalisme tumbuh dan berkembang ketika ada peluang pembuka jalan bagi pembentukan sebuah negara dan bangsa.
Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia berhasil ditegakkan, namun bukan berarti perjuangan sebagai negara bangsa telah usai. Justru saat menjadi bangsa merdeka itulah perjuangan yang sesungguhnya yakni upaya mengisi kemerdekaan sedang dimulai. Selama 66 tahun merdeka, seiring pergantian pemerintahan, dinamika dalam upaya mengisi kemerdekaan terus berlangsung. Permasalahan yang selalu datang silih-berganti, memerlukan kerja keras dan keterlibatan segenap anak bangsa untuk mengatasinya. Tetapi kita sadar dan yakin, bahwa nilai-nilai kebangsaan dan semangat persatuan dan kesatuan yang telah diwariskan oleh para pendahulu kita akan tetap menjadi acuan dalam mengarungi perjalanan bangsa Indonesia saat ini dan dimasa yang akan datang. Tentu saja dengan harapan bisa menjadikan energi penyemangat untuk membawa bangsa dan negara ini ke depan kepada tujuan pencapaian cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia – mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan tetap berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945. Serta, sumbangan itu kiranya bisa memperkokoh semangat dan integritas bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar