Kamis, 10 Februari 2011

DOCTOR'S PERFORMANCE AND PATIENT'S SATISFACTION


Bangun pagi sudah ngos-ngosan, dering weker secara cepat dan pasti menghancurkan rangkaian mimpi. Pagi-pagi dimana para manusia masih meringkuk dalam buaian indah mimpi, selimut hangat dan kamar tidur nyaman, Sang Dokter harus berjuang menyiram air ke tubuhnya untuk cepat-cepat mandi dan bersiap-siap datang di shift pagi. Sarapan segelas susu dan beberapa potong biskuit sudah cukup menyita waktu.
Di jalanan pagi Sang Dokter memacu kendaraannya agar secepat mungkin bisa sampai di ruang praktik atau di UGD-nya. Saat ini Sang Dokter telah terlatih menjadi pembalap F1 atau mungkin balapan amatir yang tidak memiliki aturan di jalanan, berkelok-kelok zigzag-antar-kendaraan. Lampu oranye terbaca sebagai 'hati-hati' sebentar lagi merah jadi mari berkecepatan 100 km/jam. Tanpa bantuan GPRS Sang Dokter mampu menemukan jalanan tikus yang akan memperpendek jalur tempuhnya. Rem dan klakson menjadi gerakan refleks kendaraan.
Deretan pasien atau hiruk-pikuk suara kesakitan (dan riuh ketakutan keluarga) para pasien yang merasa gawat sudah menanti. Sang Dokter bergegas menaruh barang-barang ala di ruangan dokter kadarnya dan memakai jas putih (lebih tepatnya kelabu). Para perawat segera memberi laporan tekanan darah dan suhu tubuh. Dengan gerakan cekatan Sang Dokter meraba arteri radialis, menaruh stetoskop di SIC II dan IV linea midclavikularis dan SIC V linea axillaris anterior. Saat nadi, suara napas dan bunyi jantung terpetakan aman sang Dokter lalu meletakkan stetoskop dan memencet-mencet abdomen mendeteksi nyeri tekan perut. Yah, dengan gerakan berlebihan maka otomatis NTE akan positif, lumayan ada diagnosis aman. Untuk formalitas Sang Dokter akan menyentuh jidat pasien, menarik palpebra inferior melihat konjungtiva, meraba regio cervicalis lateral dan menyentuh kaki pasien. Yes, well done...
Satu demi satu pasien berdatangan dan harus tertangani. Melihat deretan pasien yang mengantri dan teriakan perawat yang tergesa-gesa membuat neuron-neuron Sang Dokter telah terlatih mengaitkan antara gejala-tanda-obat simtomatik, meski Sang Dokter telah mengalami amnesia retrograd tentang bagaimana patofisiologi dan farmakologi tapi resep harus tertulis. Edukasi singkat tidak boleh makan pedes, asin, harus olahraga teratur, kurangi jajan adalah ucapan wajib sebelum pasien keluar dari pintu kamar periksa. Entah bagaimana muka pasien di negara ini jika dia berobat dan pulang tanpa membawa obat, bahkan jika itu yang benar sesuai text book, mungkin saja Sang Dokter akan mendapat umpatan, cacian, makian, fitnah atau tuntutan pidana. Senyum manis, meski wajah capek, menghiasi muka saat memberi salam 'selamat datang' atau 'semoga cepat sembuh'.
UGD dipenuhi para pasien yang salah makan sehingga terjadi hiperperistaltik ileum atau pasien serangan jantung atau stroke akibat hipertensi tidak terkontrol atau pasien ketoasidosis diabetikum akibat pasien diabet bandel tidak mau menjaga diri atau tulang patah semrawut akibat KLL berkendara tidak taat aturan atau serangan asma akibat paparan alergen gak karuan. Wahai Dokter, bukan dosa kalian jika ada orang hipertensi, diabetes, sakit ginjal dan atau liver tidak mau meminum obat karena merasa sehat atau kontrol teratur atau beralih berobatnya ke alternatif kemudian mereka jatuh ke kondisi gawatdarurat. Meski bukan dosa dokter, tapi Sang Dokter juga yang harus pusing menegakkan diagnosis, memilih terapi atau bahkan berjibaku dengan maut mempertahankan nyawa seorang yang bernama 'pasien'.
Suatu saat Sang Dokter menjadi khilaf, karena kecapekan, terlalu banyak pasien atau ada permasalahan lain yang mengakibatkan salah memberi obat atau lupa belum menganamnesis riwayat penyakit dahulu, keluarga dan lingkungan. Sang Dokter terancam dipidanakan dan harus duduk di kursi pesakitan!
Tak terasa sekarang sudah pagi, saatnya Sang Dokter pulang untuk beristirahat selama 8 jam dan kemudian melanjutkan bekerja lagi.
Wahai Dokter... apa yang engkau cari? Hingga tubuh pontang-panting, insomnia merenggut tidur malammu dan pikiran terperas demi sang pasien. Betapa picik pikiran orang yang menganggap profesi Dokter akan mendatangkan uang. Karena dia akan kecewa. Mau bagaimana lagi, dengan jumlah pasien yang banyak dan tanggung jawab yang berat jasa medis per kepala pasien hanyalah beberapa ribu rupiah. Jika mau kaya tentu saja jangan jadi Dokter, tapi masuk ke Perpajakan saja lalu kerja beberapa tahun dan bisa meraup untung trilyunan.
Ternyata menjadi Dokter itu indah. Wajah pasien yang semrawut saat masuk ruang Sang Dokter menjadi cerah penuh kelegaan saat keluar dari ruang Sang Dokter. Pasien gawat telah stabil dan terhindar dari ancaman kematian sebelum waktunya.
Untuk Sang Dokter yang menjadi Perpanjangan Tangan Allah untuk menyembuhkan pasien: selamat bekerja dengan penuh semangat! Allah Melihat pekerjaan Sang Dokter, dan Dia akan Memberikan hadiah indah untuk pengabdian tulus sepenuh hati Sang Dokter...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar